MUAMALAH; Tugas Artikel Jurnal Hukum Ekonomi Syariah


IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP NASABAH DALAM PRODUK WADIAH
DI INVESTASI SYARIAH

Yusron Khoiri
Syariah Muamalah I
Institu Agama Islam Negri (IAIN) Ponorogo
Yusronkhoiri95@gmail.com



ABSTRAK
Dalam perkembangan perbankkan syariah pada saat ini, tentunya banyak produk-produk perbankkan syariah yang semakin banyak di minati oleh masyarakat, salah satu produk yang banyak di minati masyarakat adalah produk Wadiah, di mana dalam produk wadiah ini masyarakat yang menitipkan dananya bisa mendapatkan bonus dari perbankkan apabila nasabah tersebut meperbolehkan bank syariah untuk mengembangkan dananya. oleh karna itu bank harus lebih berhati-hati dalam mengelola dana yang di percayakan masyarakat untuk dititipkan pada bank tersebut, karna masyarakat yang pada umumnya menjadi nasabah harus di berikan rasa aman dan nyaman dalam pelayanan,perlindungan, ataupun yang lainya, hal ini dapat di lakukan dengan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat/nasabah dengan jelas dan tegas agar nasabah lebih mempercayai lembaga tersebut.
Kata Kunci: perlindungan hukukum terhadap nasabah, wadiah, perbankan syariah


I.         PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum, adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.[1]  Demikian dinyatakan oleh pemikir Cicero pada abad I SM dan ditegaskan juga oleh Artidjo Al Kostar (Hakim Agung RI ), bahwa pada dasarnya manusia selalu memerlukan keadilan, kebenaran dan hukum, karena hal tersebut adalah merupakan nilai dan kebutuhan asasi bagi masyarakat beradab.
Sedangkan Yang dimaksud dengan perlindungan hukum itu sendiri , adalah upaya untuk menciptakan rasa aman dan terlindungi bagi para nasabah. Sedangkan yang dimaksud dengan nasabah bank syariah adalah konsumen jasa perbankan yang bertransaksi di Lembaga Perbankan Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Kunci pokok dalam perlindungan hukum bagi nasabah bahwa antara nasabah dengan lembaga keuangan perbankan syariah, sangat erat hubungannya, bank tidak akan berkembang dengan baik serta tidak dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas jika tidak ada nasabah. Oleh karena itu, sebagai pelaku usaha perbankan sangat bergantung dangan nasabah untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya
Di samping itu, perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarkan transaksi pembayaran baik nasional maupun internasional. Mengingat pentingnya fungsi ini, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat. Terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting dilakukan.[2]
Sebagaimana di definisikan dalam Undang-undang No. 10/1998 atau Undang-undang Perbankkan adalah “ lembaga perantara keuangan”(Intermediary Financial Instituion). Bank merupakan lembaga peratara antara pemilik modal dan pengguna modal. Dalam hal ini bank berusaha untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk di salurkan kepada pengguna dana yang pada umunya adalah pengusaha ataupun konsumen.[3]
Posisi nasabah penyimpan pada perbankan syari‟ah adalah sebagai sumber modal bagi bank Syari‟ah  karena dana yang disimpan bisa dikembangkan oleh bank syari‟ah. Walaupun penggunaan dana tersebut tergantung kepada akad yang digunakan oleh nasabah penyimpan. Isi akad atau klausul kontrak pada perbankan syari‟ah sangat menentukan hak dan kewajiban yang akan diperoleh dalam melakukan transaksi pada sebuah produk perbankan syari‟ah.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah. Salah satu prinsip yang digunakan perbankan syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah wadi’ah. Wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemliknya menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah yaitu wadi’ah yad alamanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Wadi’ah yad al-amanah memiliki karakteristik yaitu harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan; penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya; sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan; mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan save deposit box.
Wadi’ah yad adh-dhamanah memiliki karakteristik yaitu harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan; karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemnafaatan kepada si penitip; produk yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan; pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak lembaga; jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen lembaga karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan; produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan
berangkat dari permasalahan di atas maka dalam artikel ini saya akan membahas lebih jauh lagi mengenai Implementasi perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Produk Wadiah di Investai Syariah
II.  PEMBAHASAN
2.1     Landasan Teori
1.    Perlindumgan Hukum Terhadap Nasabah
a.       Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah
Menurut Philipus M. Hadjon, sebagaimana dikutip oleh Arifudin, dapat dibedakan   atas dua macam, yaitu:
a.    Perlindungan hukum preventif, di mana rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
b.    Perlindungan hukum represif, di mana lebih ditujukan dalam  menyelesaikan  sengketa. 
Marulak Pardede mengemukakan dalam sistem perbankan Indonesia perlindungan    hukum terhadap nasabah penyimpan dana  dapat  dilakukan melalui dua cara yaitu:
a.    Perlindungan secara Implisit (implicit deposit protection) yaitu perlindungan 
     yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif yang dapat
     menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank seperti melalui Peraturan
     Perundang-undangan di bidang perbankan, perlindungan yang dihasilkan oleh
     pengawasan dan pembinaan yang efektif bank Indonesia.
b.    Perlindungan Secara Eksplisit (explicit deposit protection) yaitu perlindungan  melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank gagal tersebut.[4]

Perlindungan Nasabah/konsumen bersumber pada dua bentuk, yang pertama diberikan oleh  undang undang dan juga berasal dari perjanjian.. Menurut Pasal 1338 KUHPerdata perjajian adalah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuat, sehingga dapat dikatakan perjanjian mempunyai kedudukan seperti undang undang bagi mereka yang membuatnya.[5]
   Sedangkan perlindungan Hukum menurut KUHPerdata bagi nasabah adalah  pada dasarnya perlindungan Hukum diperlakukan oleh nasabah, baik nasbah penyimpan dana atau nasabah kreditor, juga nasabah penerima kredit atau disebut nasabah debitur serta pengguna jasa perbankan. Apabila dikaitkan dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang memasukan nasabah bank sebagai konsumen, maka dasar hubungan Hukum kedua belah pihak adalah berakar dari suatu perjanjian. Hal ini tampak dari Pasal 2 angka 5 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Disebutkan bahwa simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan uang dalam bentuk giro,deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Dalam rangka memperoleh kembali dana yang disimpananya juga dengan bunganya apabila dimungkinkan, maka pada dasarnya nasabah merupakan pihak konkuren yang mendapat perhatian pertama untuk dibayar dari hasil penjualan harta kekayaan bank yang bersangkutan sebagaimana dicantumkan dalam PP No 25 Tahun 1999 ayat (2) huruf a, sehingga nasabah yang dirugikan oleh nasabah bank yang bermasalah dan dilikuidasi dapatmeminta hak atas dasarnya dengan menggugat ke pengadilan, baik secara class actionmaupun perorangan[6]
2.      Wadiah
a.      Pengertian Wadiah
Menurut beberapa sumber wadiah  dapat di artikan :
1.    .Wadiah (Titipan) adalah simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan. Secara umum,[7]
2.     Wadiah dapat di artikan titipan dari satu pihak ke pihak lain,baik individu maupun badan hukum yang harus di jaga dan di kembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya.[8]
3.    Wadiah adalah salah satu produk dari Bank Syariah (Bank) yang berarti penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Jadi, orang atau badan usaha dapat “menitipkan” dana di dalam Bank Syariah selaku pihak yang menerima dana titipan dimaksud dapat menyimpan dana tersebut dalam rekening yang berbebntuk Giro atau dalam bentuk tabungan biasa. Karena hanya “menitipkan” dana/uangnya, maka nasabah tidak berhak mendapatkan hasil apapun. Akan tetapi nasabah dapat mengambil dananya kapanpun dia kehendaki. Sebaliknya bank tidak mempunyai kewajiban memberikan hasil dari penitipan dana tersebut.
b.      Jenis-Jenis  wadi’ah:
1. Wadi’ah yad dhamanah.
 Dengan konsep ini, pihak yang menerima titipan (bank syari’ah) boleh menggunakan dan memanfaatkan dana atau barang yang dititipkan dan bank wajib menjaga titipan tersebut sesuai dengan kelaziman. Semua keuntungan yang diperoleh dari penggunaan dana/barang titipan tersebut menjadi milik bank. Demikian pula seluruh konsekuensi berupa kerugian yang timbul menjadi tanggung jawab bank. Sebagai imbalan nasabah mendapat jaminan keamanan atas uang/barangnya. Bank sebagai penerima titipan sekaligus juga pihak yang menggunakan dana/barang tersebut dapat memberikan insentif/bonus, sepanjang tidak disyaratkan dan tidak ditetapkan jumlah nominal atau persentasenya dimuka. 
2.       Wadi’ah yad al-amanah.
   Pihak penerima titipan dengan konsep ini tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak  penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip  sebagai biaya penitipan. Penerima titipan juga tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada dana/barang titipan, selama kehilangan atau kerusakan itu terjadi bukan akibat kelalaian pihak penerima titipan.
   Produk perbankan yang  menggunakan akad wadi’ah adalah giro wadi’ah (current deposit) dan tabungan wadi’ah (saving deposit). Simpanan giro dapat ditarik dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bonus atau jasa giro dari keuntungan pemanfaatan dana-dana tersebut. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka, tetapi merupakan ”kebijaksanaan” bank. Rekening giro bisa digunakan oleh para usahawan, baik untuk perorangan maupun perusahaan. Bagi bank, jasa giro merupakan dana murah karena imbalan jasa yang diberikan kepada nasabah relatif lebih rendah dari imbalan jasa simpanan lainnya. Sementara penarikan simpanan tabungan dapat dilakukan dengan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kwitansi, atau kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Kepada pemegang rekening tabungan akan diberikan imbalan jasa atas tabungannya. Sama seperti halnya dengan rekening giro, besarnya imbalan tabungan tergantung pada kebijaksanaan bank yang bersangkutan.[9]
c.       Dasar Hukum Wadiah
Dasar hukum wadiah terdapat pada Al-Qur’an surat An-Nisa Ayat 58 yang artinya adalah sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”[10] 
Dasar hukum wadiah juga terdapat dalam ayat lain yaitu Surat Al- Baqarah ayat ke 283 yang mempunyai arti: 
“... jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....”  [11]
Kedua ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan mengenai sesuatu yang dititipkan atau diamanahkan seseorang kepada orang lain agar dijaga keutuhannya, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga, berlaku adil dan bertakwa kepada Allah SWT. Wadiah dibagi menjadi dua macam yaitu wadiah yad al amanah (penerima titipan tidak harus mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan pada barang titipan dan barang tersebut tidak boleh dimanfaatkan atau dipergunakan) dan wadiah yad dhamanah (penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab atas segala resiko kerusakan atau kehilangan barang titipan).Menurut Arifin (2009) dana titipan wadiah yad dhamanah merupakan dana pihak ketiga yang ditipkan pada bank pada umumnya berupa giro atau tabungan.  Pengertian tabungan wadiah menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) dalam Wiroso (2009) adalah titipan pihak ketiga kepada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. 
Tabungan wadiah berdasarkan Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000:
a) Bersifat simpanan,
b) Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan,
c) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)     
     yang bersifat sukarela dari pihak bank[12]
3.      Investasi Syariah
a.    Pengertian Investasi Syariah
Investasi pada umumnya merupakan suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi, to use (money) make more money out of something that expected to increase in value. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan. Terkadang, investasi disebut sebagai penanaman modal. Artinya, investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Namun berbeda dengan pengertian investasi pada umumnya,
investasi dalam Islam pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah. Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah zakat ini adalah mendorong umat Islam untuk menginvestasikan hartanya agar bertambah. Jadi investasi bukan hanya tentang berapa keuntungan materi yang bisa didapatkan melalui aktivitas investasi, tetapi terdapat beberapa faktor yang mendominasi investasi dalam Islam, antara lain:
·      Akibat implementasi mekanisme zakat maka aset produktif yang dimiliki seseorang pada jumlah tertentu akan selalu dikenakan zakat, sehingga hal ini akan mendorong pemiliknya untuk mengelolanya melalui investasi.
·      Aktifitas investasi dilakukan lebih didasarkan pada motif sosial yaitu membantu sebagian masyarakat yang tidak memiliki modal namun memiliki kemampuan berupa keahlian (skill) dalam menjalankan usaha, baik dilakukan dengan berserikat (musyarakah) maupun dengan berbagi hasil (mudharabah). Bila hal ini dilakukan, maka golongan masyarakat yang aktif melakukan
·      aktifitas investasi adalah golongan masyarakat muzakki. Golongan masyarakat ini memiliki potensi melakukan investasi akibat sumber daya ekonominya berlebih setelah memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan untuk berjaga-jaga. Investasi ini tentu akumulasi dan perannya dalam perekonomian secara makro sangat besar.[13]
b.   Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi
 Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:
1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
                      mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
                   2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
       3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
                   4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
       5.Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar
         (ketidakjelasan/samarsamar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.[14]
2.2       Fakta/Realita
Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam produk Wadiah yang harus diterapkan oleh Perbankan Syari‟ah adalah perlindungan nasabah yang sesuai dengan ketentuan pokok (prinsip-prinsip) dalam  hukum Islam. Perlindungan hukum harus berawal dari akad yang akan ditanda tangani oleh nasabah penyimpan dana dan pihak Bank Syari‟ah. Klausul-klausul dalam akad harus mencerminkan prinsip-prinsip yang terdalam hukum Islam (ekonomi syari‟ah). Ada beberapa persyaratan isi sebuah akad yang harus menjadi perhatian para nasabah untuk mengetahui ada tidaknya perlindungan hukum terhadap nasabah  dalam melakukan transaksi dengan pihak bank syari‟ah sebagai asas-asas perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pada perbankan syari‟ah
Fakta/relita yang sering tejadi dalam masyarakat saat ini adalah bahwa Saat ini perlindungan hukum terhadap nasabah dalam investasi syariah khusunya dalam produk Wadiah ataupun dalam produk-produk yang lainya yang ada di perbankan syaraiah, masih belum sepenuhnya di berlakukan  oleh pihak Bank ,dimana dalam kenyataanya pihak bank yang memiliki kecenderungan untuk mengesampingkan hak-hak konsumen serta memanfaatkan kelemahan konsumennya (nasabah) tanpa harus mendapatkan sanksi hukum. Minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen tidak mustahil dijadikan lahan bagi pelaku usaha dalam transaksi yang tidak mempunyai iktikad baik dalam menjalankan usaha yaitu berprinsip mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya yang ada., di mana dalam hal ini
seringkali nasabah mendapatkan kerugian dari pihak bank,  yang mana dalam akd atau kontrak perjanjian di awal nasabah cenderung tidak mengetahui isi dari perjanjian yang di buat oleh pihak bank.
Lemahnya posisi Nasabah disebabkan antara lain perangkat hukum yang ada belum bisa memberikan rasa aman, peraturan perundangundangan yang ada kurang memadai untuk secara langsung melindungi kepentingan dan hak-hak konsumen yang semestinya terlibat penegakan hukum (law enforcement) itu sendiri dirasakan kurang tegas. Disisi lain cara berpikir sebagai pelaku usaha semata-mata masih bersifat profit oriented dalam konteks jangka pendek tanpa memperhatikan kepentingan konsumen yang merupakan bagian dari jaminan berlangsungnya usaha dalam konteks jangka panjang.[15]
Secara eksplisit sulit untuk ditemukan ketentuan mengenai perlindungan nasabah debitur dalam Undang-Undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998, karena sebagian besar pasal-pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank yang menjadikan kedudukan nasabah lemah.
     2.3 Analisis
 Salah satu Masalah perlindungan hukum bagi konsumen atu nasabah yang paling menonjol di Indonesia saat ini adalah dalam penerapan hukum dalam perbankan syariah tersebut khususnya dalam produk wadiah ataupun produk-produk yang lainya, masih banyak yang belum sesuai dengan syariat islam dimana dalam faktanya masih banyak perbankkan syariah yang mengambil keuntungan dari para nasabahnya karena ketidak tahuan nasabah terhadap apa yang menjadi peraturan di dalam perbankkan tersebut,
 selain itu peraturan hukum yang ada seperti dalam Undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang di sebutkan di atas , di mana sebagian besar pasal-pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank, hal inilah yang menjadikan perlindungan hukum terhadap nasabah menjadi melemah, dimana seharusnya pelindungan hukum terhadap nasabah itu juga di perhatikan, yang mana nasabah adalah sumber utama dari pendapatan, dan kemajuan perbankkan itu sendiri
Sifat perbankkan yang berorientasi pada keuntungan, terbuka, sukarela dan terpadu membuat nasabah menaruh kepercayaan penuh terhadap dana yang telah dititipkannya. Perbankkan di Indonesia baik syariah maupun konvensional diharuskan lebih memprioritaskan keamanan dana dari penitip yang telah menaruh kepercayaan terhadap perbankkan tersebut. Jika dilihat dari realisasinya Perbankkan hanya mengutamakan banyaknya perolehan dana dari penitip dan mengesampingkan beberapa ketentuan umum yang telah ada di lembaga.
Penitip dana yang sebagian besar berasal dari masyarakat awam tidak begitu memperhatikan aturan-aturan yang seharusnya diketahui oleh penitip dana, dengan ini menjadikan tidak terjaminnya keamanan dana yang telah dititipkan karena kurangnya pengetahuan yang didapat oleh penitip.
Lembaga sebagai penerima titipan seharusnya dapat menjelaskan ketentuan umum yang dimiliki supaya penitip mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh  dilakukan, dengan demikian penitip akan lebih berhati-hati dalam menitipkan dananya dan penerima titipan akan lebih memprioritaskan keamanan dana penitip.[16]






III.           PENUTUP
Dari analis dan pembahasan di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa di dalam implemnetasi perlindungan hukum terhadap nasabah dalam produk wadiah , bahwa hukum yang ada seperti dalam Undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang di sebutkan di atas , di mana sebagian besar pasal-pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank, hal inilah yang menjadikan perlindungan hukum terhadap nasabah menjadi melemah.
Selain itu Lemahnya posisi Nasabah disebabkan antara lain
·           perangkat hukum yang ada belum bisa memberikan rasa aman,
·            peraturan perundangundangan yang ada kurang memadai untuk secara langsung melindungi kepentingan dan hak-hak konsumen yang semestinya terlibat penegakan hukum (law enforcement) itu sendiri dirasakan kurang tegas.
·           Disisi lain cara berpikir sebagai pelaku usaha semata-mata masih bersifat profit oriented dalam konteks jangka pendek tanpa memperhatikan kepentingan konsumen yang merupakan bagian dari jaminan berlangsungnya usaha dalam konteks jangka panjang
Oleh karna itu seharusnya tingkat perlindungan hukum terhadap nasabah lebih di perhatikan lagi oleh pemerintah maupun dari pihak perbankkan , karna pada umumnya nasabah tidak mengetahui syarat-syarat dan ketentuan yang di berikan oleh pihak bank secara menyeluruh di mana seharusnya pihak perbankkan dapat menjelaskan ketentuan umum yang dimiliki supaya nasabah mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh  dilakukan, dengan demikian nasabah akan lebih berhati-hati dalam menitipkan dananya dan pihak bank akan lebih memprioritaskan keamanan dana dari nasabanya.



DAFTAR PUSTAKA

Driya Primasthi,” Studi Komparasi Kualitas Tabungan Akad Wadiah Yad Dhamanah Dan
Mudharabah Mutlaqah Di BRI Syariah Dan BNI Syariah
Hidayatulloh,” Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam  Akad Pembiayaan Di Penggadaian
Syariah,” Istinbáth   Jurnal Hukum Islam, Vol 15 No. 1. Juni 2016
Hafied Hafzah dkk, Lembaga Keuangan Syariah.Makassar:PT.Umithoha
Ukhuwah Grafika,2013.
Lia Indah Khilmina,”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Wadiah Yad-
Adhamanah Di Koprasi JasaKeuangan Syariah Baitul Maal Wa Tamwil Artha Sejahtera,”Skripsi.2016.
M. Shidqon Prabowo, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Likuidasi Bank, Jurnal
Ilmiah Hukum Qisti
Muh Iman, Pengarahan Dana Masyarakat Melalui Tabungan Dengan Akad Mudharabah
Berdasrkan UU No.10  Tahun 1998 Tentang Perbankan Pada Bank Muamalat Cabang Jember.
Muhammad Afdi Nizar, “Analisis Perilaku Menabung Masyarakat Dalam Deposito Pada Bank
Syariah Paska Fatwa  MUI Tentang Keharaman Bunga .” Jurnal Keuangan dan Moneter
.Vol 10 No. 3 .2007.
QS. An-Nisa: 58
QS. Al- Baqarah: 283
Retno Intansari Rahmawati,” : Analisis Metode Bagi Hasil Produk Tabungan Investa Cendekia
Pada Bank Syariah Mandiri KCP Katamso Yogyakarta Tahun 2011,”  Jurnal Ekonomi
Islam. Volume IV, No. 1 Juli 2010
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Gransindo, 2000.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. 2006.
Wafiya, Perlindungan Hukum bagi Nasabah yang Mengalami Kerugian dalam Transaksi
Perbankan,Jurnal Ilmu Hukum,  No. 56, April 2012

Wiroso,Produk Perbankan Syariah, Jakarta Barat: LPFE Usakti,2009  





[1] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gransindo, 2000), hal.16
[2] M. Shidqon Prabowo,” Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Likuidasi Bank”, Jurnal Ilmiah Hukum  
   Qisti
[3] Muh Iman, “Pengarahan Dana Masyarakat Melalui Tabungan Dengan Akad Mudharabah Berdasrkan UU No.10 
  Tahun 1998 Tentang Perbankan Pada Bank Muamalat Cabang Jember”,
[4] Hidayatulloh,” Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam  Akad Pembiayaan Di Penggadaian Syariah,” Istinbáth  
   Jurnal Hukum Islam, Vol 15 No. 1. Juni 2016
[5] Wafiya, Perlindungan Hukum bagi Nasabah yang Mengalami Kerugian dalam Transaksi Perbankan,Jurnal Ilmu
  Hukum,  No. 56, April 2012
[6] Ibid M. Shidqon Prabowo,” Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Likuidasi Bank.
[7]  Muhammad Afdi Nizar, “Analisis Perilaku Menabung Masyarakat Dalam Deposito Pada Bank Syariah Paska
   Fatwa  MUI Tentang Keharaman Bunga .” Jurnal Keuangan dan Moneter .Vol 10 No. 3 .2007
[8] Wiroso,Produk Perbankan Syariah ( Jakarta Barat: LPFE Usakti,2009 ), 118 .
[9]  Ibid.
[10] QS. An-Nisa: 58
[11] QS. Al- Baqarah: 283
[12] Driya Primasthi,” Studi Komparasi Kualitas Tabungan Akad Wadiah Yad Dhamanah Dan Mudharabah Mutlaqah
    Di BRI Syariah Dan BNI Syariah
[13]  Retno Intansari Rahmawati,” : Analisis Metode Bagi Hasil Produk Tabungan Investa Cendekia Pda Bank Syariah 
     Mandiri KCP Katamso Yogyakarta Tahun 2011,”  Jurnal Ekonomi Islam. Volume IV, No. 1 Juli 2010
[14] Hafzah Hafied & Muhammad Nasir, Lembaga Keuangan Syariah.(Makassar:PT.Umithoha Ukhuwah Grafika,2013 
   ),65.
[15] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, hal. 19
[16] Lia Indah Khilmina,”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Wadiah Yad-Adhamanah Di Koprasi Jasa
    Keuangan Syariah Baitul Maal Wa Tamwil Artha Sejahtera,”Skripsi.2016

Komentar